DIANGGAP SEBAGAI “ANAK TIRI”, REKTORAT PUN DIDUDUKI
Oleh: Isti Noor Masita
“Kami tidak akan kembali dan tetap bertahan sebelum tuntutan kami dikabulkan”
Selama empat hari ini (5/12- 8/12), UGM tengah ramai diperbincangkan. Isu mengenai masalah Sekolah Vokasi UGM telah banyak menyita perhatian khalayak dan beberapa media. Aksi penuntutan mahasiswa Sekolah Vokasi ini sejak liputan ini disusun (8/12/2011) telah berlangsung selama 4 hari 3 malam di Gedung Pusat UGM. Massa aksi ini mendirikan tenda-tenda di sekitar Gedung Rektorat. Mereka bermalam dan melakukan segala aktivitas di sana. Mereka menyatakan akan tetap menguasai rektorat sampai tuntutan mereka dapat dikabulkan.
Permasalahan terkait Sekolah Vokasi ini berawal dari adanya ketidakjelasan mengenai status kelanjutan dari lulusan Sekolah Vokasi yang tidak dapat melanjutkan jenjang studi S1 di UGM. Keinginan UGM untuk menjadikan UGM sebagai WCRU (World Class Riset University) tidak sejalan dengan didirikannya Sekolah Vokasi, mengapa? Persyaratan untuk menjadikan UGM menjadi WCRUsalah satunya adalah tidak adanya pendidikan setingkat diploma. Tetapi, mengapa rektorat masih mempertahankan sekolah tingkat diploma yang kemudian keseluruhannya diatur dalam Sekolah Vokasi? Suatu tanda tanya besar yang membutuhkan kepastian. Lagi-lagi mahasiswa pun menjadi korban. Tidak tersedianya fasilitas yang memadai, mahalnya biaya kuliah dan ditutupnya jalur ekstensi bagi mahasiswa Vokasi yang berarti mereka tidak dapat melanjutkan pendidikan S1 di UGM dirasa bagi mereka seakan-akan mereka adalah “anak tiri” UGM. UGM dianggap telah melakukan dikriminasi kepada mahasiswanya sendiri.
Jika kita menelaah lebih dalam tentang bagaimana Sekolah Vokasi itu tebentuk, Sekolah Vokasi didirikan dengan dasar Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 24 di mana dalam hal itu dijelaskan bahwa setiap Perguruan Tinggi memiliki hak untuk melaksanakan otonomi dalam keberlangsungan studi. Wujud dari bentuk itu dalam UGM adalah dengan didirikannya Sekolah Vokasi. Namun, jika dilihat lebih dalam lagi keberadaan Sekolah Vokasi justru bertentangan dengan UUD Pasal 31 yang menjamin seluruh warganya untuk mendapatkan pendidikan. Mengapa? Karena kita tahu ada pembatasan untuk melanjutkan studi dari D3 ke S1 bagi para mahasiswa Sekolah Vokasi.
Selain merasa terbatas dalam menempuh studi mereka, mahasiswa Vokasi juga merasa bahwa UGM tidak berlaku adil kepada mereka. Biaya kuliah yang mereka harus bayar tidak sebanding dengan fasilitas yang mereka dapatkan. Biaya kuliah mahasiswa Vokasi bisa kita katakan jauh lebih mahal dari biaya kuliah mahasiswa S1. Jika setiap semester mahasiswa S1 mengeluarkan tidak lebih dari 2 juta untuk biaya kuliah mereka, mahasiswa Vokasi harus mengeluarkan lebih banyak sekitar 2-3 juta. Padahal, jika kita melihat bangunan kampus mereka tak jauh lebih baik dari kampus para mahasiswa S1. Seperti inikah jika dianggap sebagai ‘anak tiri ‘ kampus sendiri?
Aksi yang dilakukan para mahasiswa Vokasi sejak senin lalu (5/12) dapat dikatakan sebagai tindaklanjut aksi mereka pada tanggal 23 November 2011 bertepatan dengan proses wisuda bagi para mahasiswa Vokasi dengan tuntutan yang sama. Namun, ternyata aksi mereka belum berhasil mendesak Rektorat untuk segera membuat kebijakan baru sehingga mereka pun menguasai Rektorat dalam aksi mereka sejak Senin (5/12) hingga Kamis (8/12). Mereka sangat berharap Rektorat dapat secara cepat menanggapi hal ini dan segera mengambil suatu keputusan baru dan lebih baik.
Ketika ditanya jika tuntutan yang diajukan para mahasiswa Vokasi ini tidak dikabulkan oleh UGM, Neil (Ketua Paralegal FH UGM) berkata, “Kita tidak akan kembali sebelum tuntutan itu dikabulkan. Kita semua akan tetap bertahan di sini, malah kita bisa berharap dapat mendapatkan aksi simpatik dari Nasional.” Pada hari Rabu (7/12) diadakan rapat Rektorat yang akan menghasilkan suatu kesepakatan bagi mahasiswa Vokasi dan UGM. Awalnya rektorat berjanji akan mengumumkannya pada pukul 19.00, tetapi kenyataannya sampai pukul 8 malam belum juga ada pengumuman. Akhirnya, setelah menunggu lama, pada pukul 22.00 hasil kesepakatan itu dibacakan.
Dalam hasil kesepakatan itu dijelaskan bahwa UGM akan membuka alih jalur. Di mana nanti akan ada jalur diploma yang berada di bawah Fakultas. Namun, hal itu masih belum merupakan hasil dan masih akan dibawa pada Rapat Pleno yang nantinya akan menghasilkan Keputusan Final. Selain itu, dijelaskan pula bahwa kebijakan yang diberikan Rektorat nanti tetap berdasar pada kebijakan Dekan Fakultas dan Dekan Fakultas juga merujuk pada kebijakan dari Jurusan. Hasil kesepakatan ini tidak serta merta langsung dapat diterima oleh para mahasiswa Vokasi. Mereka bahkan merencanakan untuk mengadakan aksi yang lebih besar besoknya. Mereka berencana untuk menduduki kantor Rektorat dengan naik sampai ke lantai 2 dan 3. Namun, ketika ditemui pada hari Kamis (8/12) para mahasiswa Vokasi belum melakukan aksi tersebut. Ketika wawancara dengan Neil, ia mengatakan bahwa keputusan dari seluruh mahasiswa Vokasi untuk menyepakati hasil kesepakatan tersebut akan diumumkan pukul 13.00. Jika nanti para mahasiswa Vokasi menyetujui hasil kesepakatan itu,maka mereka akan sedikit melonggar, tetapi jika mereka tidak menyetujuinya mereka akan tetap bertahan di sana.
Pada pukul 13.00, akhirnya seluruh mahasiswa Vokasi memutuskan untuk menyetujui hasil kesepakatan yang mereka berikan. Ini artinya, mereka akan sedikit melonggar. Pertimbangan kondisi mereka yang sudah mulai menurun dan persiapan Ujian yang sebentar lagi membuat mereka sedikit menarik aksi mereka. Tetapi, walaupun seperti itu mereka akan tetap mengawasi Rektorat tentang tindak lanjut kesepaktan yang telah ditawarkan. Mereka akan kembali menanyakan hasil keputusan pada hari Jumat, 13 Januari di mana ketika itu Rektorat akan mengadakan rapat kembali. Semoga ini tak sekedar janji tanpa adanya bukti. Semoga segera ada kejelasan tentang nasib para mahasiswa Sekolah Vokasi sendiri.
Bagi para mahasiswa lain, mahasiswa S1, S2 bahkan S3 janganlah menutup mata akan masalah ini. Mari, kita tunjukkan bahwa kita semua ini adalah satu keluarga. Satu keluarga satu masalah. Tidak kah kalian semua tahu, di saat semua mahasiwa kuliah berada dalam ruangan dingin, para mahasiswa Vokasi sedang aksi menuntut hak diri, di saat mahasiswa lain sedang asyik dengan kegiatan-kegiatan mereka, mahasiswa Vokasi masih harus berjuang keras memikirkan apa yang harus mereka lakukan (lagi) agar tuntutan mereka dikabulkan. Satu pesan dari mereka, “Kita satu, semangat yang ada dipegang baik-baik. Kita satu keluarga, jika dalam menuntut hak, maka menuntut hak semua, kita solid menjadi satu”. (isti)
Sumber : (stats. Fb BemKmUGM)
0 komentar:
Post a Comment