Masa menjadi seorang tua merupakan hal yang tidak bisa dipungkiri dimana pasti semua orang akan mengalaminya. Menjadi tua memang saat dimana masa terakhir seseorang menunggu Tuhan akan menjemputnya. Seseorang tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya dimasa tua. Apakah ia akan menjadi orang tua yang sehat badannya, cerdas pikirannya sehingga sampai Tuhan menjemput ajalnya tidak ada satu orangpun yang ia repotkan. Atau sebaliknya ia menjadi seorang tua yang pikun, apapun yang akan ia lakukan memerlukan bantuan orang lain. Sehingga orang-orang lain sangat ia butuhkan bantuannya untuk melakukan hal-hal yang ingin ia lakukan. Anak-anaknya merupakan lingkungan pertama yang akan ia mintai bantuan untuk melakuakanhal yang igninia lakukan. Hal ini menjadi sebuah pilihan bagi seseorang apakah dimasa tua ia akan merepotkan orang lain atau sebaliknnya ia akan menjadi tua yang sehat badan, akal, sehingga tidak ada seorang pun yang ia repotkan pada masa tuanya.
Novel ini berisi tentang seorang perempuan yang bernama Safira Marahiyah. Selama hidupny, Safira Mahariaya harus mengalami perjalanan yang begitu pahit. Entah kenapa ia merasa Tuhan tidak pernah sekali pun memberikan kebahagiaa untuknya. Ibunya mati karena mengidap kanker rahim saat Safira Marahiya berumur lima tahun.Sejak itulah ia menyandang gadis piatu tanpa ibu. Dimana ia selalu bersaha untuk mencari sebah pekerjaan. Beberapa pekerjaan yang ia lamar entah kenapa menolaknya, mungkin karena postur tubuhnya yang begitu besar menjadikannya nilai minus dimata asing. Suatu ketika ia ingin melamar untk menjdai seorang perawat, ia menjalani interview untuk tahap seleksi calon perawat di suatu rumah sakit. Dengan hanya beberapa pertanyaan dilontarkan kepadanya. Tidak ada tanda-tanda yang pasti baha ia akan diterima. Beberapa pekerjaan ia lamar, akan tetapi tidak ada satu pun pekerjaan yang menerimyanya. Mungkin karena tubuhnya tidak berpostur seperti perawat impian impian pada umumnya. Bahkan, mungkin saja pasien anak kecil takut ketika bertatap muka dengannya. Bukan perasaan senang dan nyaman yang ada. Namun, mungkin hanyalah cacian yang tak kalah kejamnya, bagai sebilah golok yang mencabik-cabik jantungnya. .
Pada akhirnya ia mengajukan diri untuk menjadi perawat di sebuah panti jompo, dimana di dalamnya penuh dengan orang-orang yang telah lansia. Dan ia diterima menjadi perawat di sebuah panti Jompo “Old is Never Die”. Sebenarnya pekerjaan ini sangat ia benci, karena dirinya tidak suka melayani dengan orang-orang tua yang banyak. Safira Marahiya mendapatkan tugas untuk mendampingi seorang Lansia yang bernama Laman. Ia merupakan salah satu pasien di panti jompo tersebut. Ia dikirim anaknya ke panti jompi ini karena ia mengalami kelemahan pada tubuhnya, sehingga semua pekerjaan harus dikerjakan oleh anaknya. Anak-anak Laman sudah tidak sabar lagi untuk merawatnya. Pada akhirnya mereka mengirimkannya ke sebuah panti Jompo, yang sebenarnya hal inijauh dari angan-angannya. Sebenarnya kesaehatan akalnya masih baik, hanya saja karena kelemahan fisiknya ia harus meminta pertolongan kepada orang lain untuk melakukan semuanya. Sebenarnya Laman merupakan seorang saudagar yang sangat kaya, ia menjadi direktur di perusahaannya sendiri. Anak-anaknya ia berikan fasilitas yang terbaik agar semuanya bisa mereka lakukan. Tapi balasannya dimasa tua tidak ia sangka-sangka kalau ia dikirim ke sebuah Panti Jompo. Safira mendapatkan banyak pelajaran dari Laman, apa sebenarnya makna hidup ini. Tuan Laman memberikan berjuta-juta ilmu kepadanya. Safira Marahiya pun menyadari betapa berharga arti hidup ini.
Novel ini sangat baik bagi pembaca yang ingin mengetahui bagaimana arti hidup sebenarnya. Dikisahkan dengan bahasa yang menarik menjadikan buku ini tidak bosan untuk membacanya. Novel psoikologi ini meggugah hati nurani manusia yang terbuang tentang jerit lara si tua yang tidak dihargai, layaknya seonggok sampah yang terbuang sia-sia. Adib Aunillah F/SA/FIB/UGM
0 komentar:
Post a Comment